Diagonal Select - Hello Kitty 2

Selasa, 06 Januari 2015

ILMU SOSIAL DAN BUDAYA

4.   SOSIAL DAN KEBUDAYAAN DI MALUKU

Budaya Maluku adalah aspek kehidupan yang mencakup adat istiadat, kepercayaan, seni dan kebiasaan lainnya yang dijalani dan diberlakukan oleh masyarakat Maluku. [1]Maluku adalah sekelompok pulau yang merupakan bagian dari Nusantara[2] Maluku berbatasan dengan Timor di sebelah selatan, pulau Sulawesi di sebelah barat, Irian Jaya di sebelah timur dan Palau di timur laut. [2] Maluku memiliki beragam budaya dan adat istiadat mulai dari alat musikbahasatarian, hingga seni budaya. [1]



Ø  Budaya Kalwedo
Salah satu dari banyaknya budaya Maluku adalah Kalwedo. [3] Kalwedo adalah bukti yang sah atas kepemilikan masyarakat adat di Maluku Barat Daya (MBD). [3] Kepemilikan ini merupakan kepemilikan bersama atas kehidupan bersama orang bersaudara. [4] Kalwedo telah mengakar dalam kehidupan baik budaya maupun bahasa masyarakat adat di kepulauan Babar dan MBD. [3] Pewarisan budaya Kalwedo dilakukan dalam bentuk permainan bahasa, lakon sehari-hari, adat istiadat, dan pewacanaan. [4]
Nilai Adat Kalwedo Kalwedo merupakan budaya yang memiliki nilai-nilai sosial keseharian, dan juga nilai-nilai religius yang sakral yang menjamin keselamatan abadi, kedamaian, dan kebahagiaan hidup bersama sebagai orang bersaudara. [4] Budaya Kalwedo mempersatukan masyarakat di kepulauan Babar maupun di Maluku Barat Daya dalam sebuah kekerabatan adat, dimana mempersatukan masyarakat menjadi rumah doa dan istana adat milik bersama.[3] Nilai Kalwedo diimplementasikan dalam sapaan adat kekeluargaan lintas pulau dannegeri, yaitu: inanara ama yali (saudara perempuan dan laki-laki). [4] Inanara ama yali menggambarkan keutamaan hidup dan pusaka kemanusiaan hidup masyarakat MBD, yang meliputi totalitas hatijiwapikiran dan perilaku.[4]
Nilai-nilai Kalwedo tersebut mengikat tali persaudaraan masyarakat melalui tradisi hidup Niolilieta/hiolilieta/siolilieta (hidup berdampingan dengan baik). [3] Tradisi hidup masyarakat MBD dibentuk untuk saling berbagi dan saling membantu dalam hal potensi alamsosialbudaya, dan ekonomi yang diwariskan oleh alam kepulauan MBD. [3]







Ø  Sasi (Hawear) di Kepulauan Kei
Hawear (Sasi) adalah budaya yang tumbuh dan berlaku dalam kehidupan masyarakat Kepulauan Kei secara turun menurun. [5] Cerita rakyatlagu rakyat, dan berbagai dokumen tertulis merupakan prasarana untuk melestarikan kekayaan budaya termasuk Hawear. [4] Sejarah Hawear bermula dari seorang gadis yang diberikan daun kelapa kuning (janur kuning) oleh ayahnya. [4] Kemudian janur kuning itu disisipkan atau diikat di kain seloi yang dipakainya. [4] Gadis tersebut melakukan perjalanan panjang untuk menemui seorang raja (Raja Ahar Danar). [4]Maksud dari janur kuning tersebut sebagai tanda bahwa ia telah dimiliki oleh seseorang, dimaksudkan agar ia tidak diganggu oleh siapapun selama perjalanan. [4] Janur kuning tersebut diberikan oleh sang ayah, karena sang ayah pernah diganggu oleh orang-orang tak dikenal dalam perjalanannya. [4] Hal ini adalah proses Hawear yang masih dijalankan sesuai dengan maknanya hingga saat ini.[5]
Ø  Batu Pamali
Batu Pamali adalah simbol material adat masyarakat Maluku. [6] Selain Baileo, rumah tua, dan teung soa, batu Pamali juga termasuk mikrosmos dalam negeri-negeri yang ditempati masyarakat adat Maluku.[6] Batu Pamali merupakan batu alas atau batu dasar berdirinya sebuah negeri adat yang selalu diletakkan di samping rumah Baileo, sekaligus sebagai representasi kehadiran leluhur (Tete Nene Moyang) di dalam kehidupan masyarakat. [6] Batu Pamali sebagai bentuk penyatuan soa-soa dalam negeri adat, dengan demikian batu Pamali adalah milik bersama setiap soa[4] Di beberapa negeri adat Maluku, batu Pamali dimiliki secara kolektif, termasuk negeri adat yang masyarakatnya memeluk agama yang berbeda. [6] Seiring dengan perkembangan agama di masyarakat, terjadi pergeseran praktik ritus dan keberadaan batu Pamali. [6] Dengan adanya UU No. tahun 1979, adat asli negeri-negeri diganti dengan penyeragaman sistem pemerintahan desa. [6]
Ø  Upacara Fangnea Kidabela
Kepulauan Tanimbar yang sekarang menjadi Kabupaten Maluku Tenggara Barat, memiliki kebudayaan yang mengatur persaudaraan dan kehidupan sosial masyarakat dalam bentuk Duan Lolat dan Kidabela. [7] Duan Lolat mengatur tentang hubungan sosial masyarakat yang luas, yaitu memperkuat hubungan antardua desa atau lebih, dan hubungan tersebut diwujudkan dalam bentuk Kidabela. [7] Upacara Fangnea Kidabela memperkokoh hubungan sosial masyarakat Tanimbar dalam wadah persaudaraan dan persekutuan agar tidak mudah pecah atau retak. [7]
Ø  Makna Upacara Fangnea Kidabela
Upacara Fangnea Kidabela mengandung makna persatuan dan kesatuan hidup masyarakat Tanimbar baik internal maupun eksternal dalam setiap situasi. [7] Upacara Fangnea Kidabela juga mengandung makna sebagai pemanasan, pengerasan, dan pemantapan (fangnea) terhadap persahabatan, persaudaraan (itawatan) dan keakraban (kidabela) di antara sesama sebagai suatu persekutuan wilayah teritorial Kampung Sulung di pulau Enus yang terletak di Selaru bagian selatan pulau Yamdena. [7] Makna upacara Frangnea Kidabela sama dengan upacara Panas Pela di AmbonLease, dan Maluku Tengah[7] Upacara ini menciptakan suasana hidup bermasyarakat yang kokoh dan kuat untuk mencegah fenomena konflik dan perpecahan terhadap hubungan masyarakat. [7]
Ø  Hibua Lamo
Hibua Lamo adalah rumah besar yang dijadikan simbol masyarakat adat di Halmahera Utara, sekaligus simbol Pemerintah Kabupaten Halmahera Utara, Maluku Utara[8] Di Halmahera Utara terdapat tiga etnis masyarakat yang memiliki rumah adat masing-masing, misalnya rumah adat etnis Tobelo disebut Halu. [8] Namun Hibua Lamo yang menjadi pemersatu semua etnis. [8] Hibua Lamo adalah konstruksi dari nilai-nilai hidup dalam masyarakat yang mengidentifikasi dirinya sebagai komunitas Hibua Lamo. [9] Hibua Lamo merupakan konsep bersama yang disebut Nanga Tau Mahirete (rumah kita bersama). [9] Orang Tobelo, Galela dan Loloda tersegregasi secara geografis, dan terbelenggu dalam tradisi, agama dan kepercayaan yang berbeda. [9] Perbedaan tersebut dipahami dan dihayati dengan kesucian hati dan kemurnian pikiran, kemudian diterapkan dalam sebuah ungkapan filosofis Ngone O'Ria Dodoto yang bermakna satu ibu satu kandung. [8] Konsekuensi dari falsafah Nanga Tau Mahurete dan Ngone O'Ria Dodoto adalah lahirnya sebuah komunitas asli Halmahera Utara daratan maupun kepulauan dalam satu kesatuan yang teridentifikasi sebagai komunitas Hibua Lamo dan kemudian disimbolkan dalam rumah adat Himua Lamo. [8]
Dalam konteks ini komunitas Tobelo, Galela, dan Loloda mengalami proses penyatuan dalam satu sosiokultural baru yang dinamis. [8] Sosiokultural ini berlandaskan pada nilai-nilai O'dora (saling kasih), O'hanyangi (saling sayang), O'baliara (saling peduli), O'adili (perikeadilan) dan O'diai (kebenaran) dalam bingkai Nanga Tau Mahurete dan Ngone O'Ria Dodoto. [8]
Ø  Budaya Arumbae
Arumbae adalah bentukan karakter masyarakat Maluku, baik yang tinggal di pesisir maupun di pegunungan. [9] Arumbae adalah kebudayaan berlayar dalam masyarakat Maluku. [9] Perjuangan melintasi lautan merupakan bagian dari terbentuknya suatu masyarakat. [9] Sebagai contoh, masyarakat Tanimbar - dalam mitos Barsaidi meyakini bahwa leluhur mereka tiba di pulau Yamdena setelah melewati perjuangan yang sulit di lautan. [9] Perjuangan melintasi lautan merupakan sejarah keluhuran. [1] Kedatangan para leluhur dari pulau Seram, pulau Jawa (seperti Tuban dan Gresik) dan pulau Bali menjadi bagian dari cerita keluhuran masyarakat di Maluku Tengah, BuruAmbon, Lease, dan Maluku Tenggara. [1] Ragam cerita inilah yang membentuk terjadinya persekutuan Pela Gandong antar negeri. [1] Dalam pataka daerah Maluku, Arumbae menjadi simbol daerah yang di dalamnya terdapat lima orang sedang mendayung menghadapi tantangan lautan. [1] Secara filosofis, maknanya ialah masyarakat Maluku adalah masyarakat yang dinamis, dan penuh daya juang dalam menghadapi tantangan untuk menyongsong masa depan yang gemilang. [1]
Laut adalah medan penuh bahaya dan Arumbae menstrukturkan cara pandang bahwa laut adalah medan kehidupan yang harus dihadapi. [1] Itulah sebabnya, masyarakat Maluku melihat laut sebagai jembatan persaudaraan yang menghubungkan satu pulau dengan pulau lainnya. [1] Berlayar ke suatu pulau, seperti dalam Pela Gandong bertujuan untuk mengeratkan jalinan hidup orang bersaudara sebagai pandangan dunia orang Maluku. [1] Kebiasaan papalele, babalu,maano, dan konsekuensi berlayar ke pulau lain, membuat laut dan arumbae sebagai simbol perjuangan ekonomi. [1]
Arumabe tampak dalam beragam karya seni. [1] Misalnya dalam syair kata tujuh ya nona, ditambah tujuh, sapuluh ampa ya nona dalang parao [1] Banyak gapura negeri adat Maluku berbentuk Arumbae. [1] Lagu daerah banyak mengumpamakan keharmonisan dengan simbol perahu atau Arumbae. [1] Di bidang olahraga, Arumbae Manggurebemenjadi program pariwisata dan olah raga tahunan yang diselenggarakan di Teluk Ambon[1]
Ø  Sasahil dan Nekora  
Sasahil dan Nekora merupakan tradisi masyarakat adat di Negeri Siri Sori Islam dan Negeri Siri Sori Kristen di pulau Saparua. [10] Bagi masyarakat desa Telalora, Nekora memiliki basis nilai tolong-menolong antarwarga. [10] Nilai tradisi Sasahil dan Nekora terletak pada cara dan proses pelaksanaan. [10] Nilai tolong-menolong yang terdapat dalam tradisi Sasahil maupun Nekora memiliki basis solidaritas yang kuat, dan menciptakan relasi saling memberi dan menerima antarwarga agar suatu pekerjaan berat untuk mendirikan rumah bisa lebih ringan. [10] Dalam menghadapi dinamika kehidupan yang terus berubah, tradisi Sasahil dan Nekora selalu dipertahankan dan dipelihara dengan baik. [10] Hal ini dimaksudkan sebagai modal sosial kelangsungan hidup bermasyarakat di masa mendatang. [10]
Sosial Budaya Masyarakat Maluku Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam
Kehidupan sosial budaya masyarakat Maluku tidak terlepas dari adat, kebiasaan, tradisi, dan agama yang digunakan dalam upaya pelestarian atau pengawetan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Ini dapat dilihat dari bentuk - bentuk konservasi tradisional yang sering ditemui adalah:
Sosial Budaya Masyarakat Maluku Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam
Ø  Dusung
“Dusung”diartikan sebagai sistem pengelolaan lahan mulai dari pembukaan hutan primer sampai terbentuk lahan perkebunan rakyat yang terdiri dari berbagai jenis komoditi termasuk peternakan dan perikanan.
“Dusung” juga diartikan sebagai sebuah lahan yang diusahakan dan dimiliki oleh sebuah kelompok keluarga, “mata rumah” atau “rumah tau” dan di atas lahan ini terdapat tanaman umur panjang yang bervariasi atau sejenis (Ajawailla, 1996).



Ø  Ada beberapa jenis “dusung” dilihat dari segi kepemilikan dan penggunaannya, antara lain :
·         Dusung Raja
Dusung Raja adalah dusung yang dalam kepemilikannya diperuntukkan bagi Raja dan digunakan untuk kepentingan dan kehidupan Raja. Seorang Raja akan kehilangan atas dusung tersebut apabila ia diganti dan dusung ini tidak dapat diwariskan kepada keturunan Raja melainkan diberikan kepada Raja yang baru.
·         Dusung Negeri
Dusung Negeri adalah dusung yang dimiliki oleh Negeri dan diatas dusung ini terdapat berbagai jenis tanaman Kehutanan. Penduduk Negeri tidak diperkenankan untuk mengambil hasil atas dusung tersebut.
·         Dusung Pusaka
Dusung Pusaka adalah dusung milik bersama dari sebuah kelompok ahli waris yang diperoleh berdasarkan pewarisan dan dusung tersebut kemudian diwariskan secara turun - temurun.
·         Dusung Dati
Dusung Dati adalah dusung pewarisan keluarga untuk anak laki-laki yang membawa nama marga yang berada di atas atau di dalam “Tanah Dati”.
Dusung-dusung yang disebutkan di atas berada dalam suatu kesatuan negeri sebagai bagian dari sebuah totalitas “Daerah Petuanan”, oleh karena itu aturan-aturan Negeri berlaku pula terhadap dusung-dusung tersebut (Ajawailla, 1996).













Ø  UNSUR UNSUR KEANEKARAGAMAN DI MALUKU :

1. Rumah Adat

Rumah adat Maluku dinamakan Baileo. Baileo dipakai untuk tempat pertemuan, musyawarah dan upacara adat yang disebut Saniri Negeri. Rumah tersebut merupakan panggung dan dikelilingi oleh serambi. Atapnya besar dan tinggi terbuat dari daun rumbia, sedangkan dindingnya dari tangkai rumbai yang disebut.
2. Pakaian Adat

Prianya memakai pakaian adat berupa setelann jas berwarna merah dan hitam, baju dalam yang berenda dan ikat pinggang. Sedangkan wanitanya memakai baju Cele, semacam kebaya pendek, dan berkain yang disuji. Perhiasannya berupa anting anting, kalung dan cincin. Pakaian ini berdasarkan adat Ambon.
-           
3. Tarian tarian Daerah Maluku

a. Tari Lenso, merupakan tari pergaulan bagi segenap lapisan masyarakat Maluku.
b. Tari Cakalele, adalah tari perang yang melukiskan jiwa kepahlawanan yang gagah perkasa.
c. Tari Cakaola, merupakan jenis tari pergaulan yang digarap berdasarkan unsur unsur gerak tari tradisional Orlapei dan Saureka reka. Tari ini biasannya ditarikan untuk memeriahkan pesta pesta atau dipertunjukkan dalam rangka manjamu tamu tamu terhormat.
4. Senjata Tradisional

Senjata tradisional yang terkenal di Maluku adalah Parang Salawaku. Panjang parang 90-100cm, sedangkan Salawaku (perisainya) dihiasi dengan motif motif yang melambangkan keberanian.
Parang tersebut terbuat dari bahan besi yang keras dan ditempa oleh seorang pandai besi khusus. Tangkai parang terbuat dari kayu keras, seperti kayu besi atau kayu gupasa. Sedangkan Salawaku (perisainya) terbuat dari kayu yang keras pula. Selain untuk keperluan perang, parang salawaku dipakai pula dalam menarika tari Cakalele.
Parang Salawaku

5. Suku : Suku dan marga yang terdapat didaerah Maluku adalah : Rana, Alifuru, Togitil, Furu Aru, dan lain lain.
6. Bahasa Daerah : Togitil, Furu Aru, dan Ahfuru.
7. Lagu Daerah : Kole kole, Mande mande, Rasa Sayang  Sayange.


sumber :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar