4.
SOSIAL
DAN KEBUDAYAAN DI MALUKU
Budaya
Maluku adalah aspek kehidupan yang mencakup adat istiadat, kepercayaan,
seni dan kebiasaan lainnya yang dijalani dan diberlakukan oleh masyarakat
Maluku. [1]Maluku adalah sekelompok pulau
yang merupakan bagian dari Nusantara. [2] Maluku
berbatasan dengan Timor di
sebelah selatan, pulau Sulawesi di
sebelah barat, Irian
Jaya di sebelah timur dan Palau di timur laut. [2] Maluku
memiliki beragam budaya dan adat istiadat mulai
dari alat musik, bahasa, tarian, hingga seni budaya. [1]
Ø Budaya Kalwedo
Salah satu
dari banyaknya budaya Maluku adalah Kalwedo. [3] Kalwedo adalah
bukti yang sah atas kepemilikan masyarakat adat di Maluku Barat Daya (MBD). [3] Kepemilikan
ini merupakan kepemilikan bersama atas kehidupan bersama orang
bersaudara. [4] Kalwedo telah
mengakar dalam kehidupan baik budaya maupun bahasa masyarakat adat di
kepulauan Babar dan
MBD. [3] Pewarisan
budaya Kalwedo dilakukan dalam bentuk permainan bahasa, lakon
sehari-hari, adat
istiadat, dan pewacanaan. [4]
Nilai Adat
Kalwedo Kalwedo merupakan budaya yang memiliki nilai-nilai sosial keseharian, dan juga
nilai-nilai religius yang sakral yang menjamin keselamatan abadi, kedamaian,
dan kebahagiaan hidup bersama sebagai orang bersaudara. [4] Budaya Kalwedo
mempersatukan masyarakat di kepulauan Babar maupun di Maluku Barat Daya dalam
sebuah kekerabatan adat, dimana mempersatukan masyarakat menjadi rumah doa dan
istana adat milik bersama.[3] Nilai Kalwedo diimplementasikan dalam
sapaan adat kekeluargaan lintas pulau dannegeri, yaitu: inanara ama
yali (saudara perempuan dan laki-laki). [4] Inanara ama
yali menggambarkan keutamaan hidup dan pusaka kemanusiaan hidup
masyarakat MBD, yang meliputi totalitas hati, jiwa, pikiran dan perilaku.[4]
Nilai-nilai
Kalwedo tersebut mengikat tali persaudaraan masyarakat melalui tradisi
hidup Niolilieta/hiolilieta/siolilieta (hidup berdampingan dengan
baik). [3] Tradisi hidup
masyarakat MBD dibentuk untuk saling berbagi dan saling membantu dalam hal
potensi alam, sosial, budaya, dan ekonomi yang
diwariskan oleh alam kepulauan MBD. [3]
Ø Sasi (Hawear) di Kepulauan Kei
Hawear (Sasi)
adalah budaya yang tumbuh dan berlaku dalam kehidupan masyarakat Kepulauan Kei secara
turun menurun. [5] Cerita rakyat, lagu rakyat, dan
berbagai dokumen tertulis merupakan prasarana untuk melestarikan kekayaan
budaya termasuk Hawear. [4] Sejarah Hawear
bermula dari seorang gadis yang
diberikan daun kelapa kuning
(janur kuning) oleh ayahnya. [4] Kemudian janur
kuning itu disisipkan atau diikat di kain seloi yang dipakainya. [4] Gadis tersebut
melakukan perjalanan panjang untuk menemui seorang raja (Raja Ahar Danar). [4]Maksud dari
janur kuning tersebut
sebagai tanda bahwa ia telah dimiliki oleh seseorang, dimaksudkan agar ia tidak
diganggu oleh siapapun selama perjalanan. [4] Janur kuning
tersebut diberikan oleh sang ayah, karena sang ayah pernah diganggu oleh
orang-orang tak dikenal dalam perjalanannya. [4] Hal ini adalah
proses Hawear yang masih dijalankan sesuai dengan maknanya hingga saat ini.[5]
Ø Batu Pamali
Batu
Pamali adalah simbol material adat masyarakat Maluku. [6] Selain Baileo, rumah tua, dan teung soa, batu Pamali juga
termasuk mikrosmos dalam negeri-negeri yang ditempati masyarakat adat Maluku.[6] Batu Pamali
merupakan batu alas atau batu dasar berdirinya sebuah negeri adat yang selalu
diletakkan di samping rumah Baileo, sekaligus sebagai representasi kehadiran
leluhur (Tete Nene Moyang) di dalam kehidupan masyarakat. [6] Batu Pamali
sebagai bentuk penyatuan soa-soa dalam negeri adat, dengan demikian batu Pamali
adalah milik bersama setiap soa. [4] Di beberapa
negeri adat Maluku, batu Pamali dimiliki secara kolektif, termasuk negeri adat
yang masyarakatnya memeluk agama yang berbeda. [6] Seiring dengan
perkembangan agama di masyarakat, terjadi pergeseran praktik ritus dan
keberadaan batu Pamali. [6] Dengan adanya
UU No. tahun 1979, adat asli
negeri-negeri diganti dengan penyeragaman sistem pemerintahan desa. [6]
Ø Upacara Fangnea Kidabela
Kepulauan Tanimbar yang
sekarang menjadi Kabupaten Maluku
Tenggara Barat, memiliki kebudayaan yang mengatur persaudaraan dan
kehidupan sosial masyarakat dalam bentuk Duan Lolat dan Kidabela. [7] Duan Lolat
mengatur tentang hubungan sosial masyarakat yang luas, yaitu memperkuat
hubungan antardua desa atau lebih, dan hubungan tersebut diwujudkan dalam
bentuk Kidabela. [7] Upacara
Fangnea Kidabela memperkokoh hubungan sosial masyarakat Tanimbar dalam wadah
persaudaraan dan persekutuan agar tidak mudah pecah atau retak. [7]
Ø Makna Upacara Fangnea Kidabela
Upacara
Fangnea Kidabela mengandung makna persatuan dan kesatuan hidup masyarakat
Tanimbar baik internal maupun eksternal dalam setiap situasi. [7] Upacara
Fangnea Kidabela juga mengandung makna sebagai pemanasan, pengerasan, dan
pemantapan (fangnea) terhadap persahabatan, persaudaraan (itawatan) dan
keakraban (kidabela) di antara sesama sebagai suatu persekutuan wilayah
teritorial Kampung Sulung di pulau Enus yang terletak di Selaru bagian selatan pulau Yamdena. [7] Makna upacara
Frangnea Kidabela sama dengan upacara Panas Pela di Ambon, Lease, dan Maluku Tengah. [7] Upacara ini
menciptakan suasana hidup bermasyarakat yang kokoh dan kuat untuk mencegah
fenomena konflik dan perpecahan terhadap hubungan masyarakat. [7]
Ø Hibua Lamo
Hibua
Lamo adalah rumah besar yang dijadikan simbol masyarakat adat di Halmahera Utara,
sekaligus simbol Pemerintah Kabupaten Halmahera Utara, Maluku Utara. [8] Di Halmahera
Utara terdapat tiga etnis masyarakat yang memiliki rumah adat masing-masing,
misalnya rumah adat etnis Tobelo disebut Halu. [8] Namun Hibua
Lamo yang menjadi pemersatu semua etnis. [8] Hibua Lamo
adalah konstruksi dari nilai-nilai hidup dalam masyarakat yang mengidentifikasi
dirinya sebagai komunitas Hibua Lamo. [9] Hibua Lamo
merupakan konsep bersama yang disebut Nanga Tau Mahirete (rumah kita
bersama). [9] Orang
Tobelo, Galela dan Loloda tersegregasi secara geografis, dan terbelenggu
dalam tradisi, agama dan kepercayaan yang berbeda. [9] Perbedaan
tersebut dipahami dan dihayati dengan kesucian hati dan kemurnian pikiran,
kemudian diterapkan dalam sebuah ungkapan filosofis Ngone O'Ria
Dodoto yang bermakna satu ibu satu kandung. [8] Konsekuensi
dari falsafah Nanga Tau Mahurete dan Ngone O'Ria
Dodoto adalah lahirnya sebuah komunitas asli Halmahera Utara daratan
maupun kepulauan dalam satu kesatuan yang teridentifikasi sebagai komunitas
Hibua Lamo dan kemudian disimbolkan dalam rumah adat Himua Lamo. [8]
Dalam
konteks ini komunitas Tobelo, Galela, dan Loloda mengalami proses penyatuan
dalam satu sosiokultural baru yang dinamis. [8] Sosiokultural
ini berlandaskan pada nilai-nilai O'dora (saling
kasih), O'hanyangi (saling sayang), O'baliara (saling
peduli), O'adili (perikeadilan) dan O'diai (kebenaran)
dalam bingkai Nanga Tau Mahurete dan Ngone O'Ria Dodoto. [8]
Ø Budaya Arumbae
Arumbae adalah
bentukan karakter masyarakat Maluku, baik yang tinggal di pesisir maupun di
pegunungan. [9] Arumbae adalah
kebudayaan berlayar dalam masyarakat Maluku. [9] Perjuangan
melintasi lautan merupakan bagian dari terbentuknya suatu masyarakat. [9] Sebagai
contoh, masyarakat Tanimbar - dalam mitos Barsaidi meyakini bahwa leluhur
mereka tiba di pulau Yamdena setelah melewati perjuangan yang sulit di
lautan. [9] Perjuangan
melintasi lautan merupakan sejarah keluhuran. [1] Kedatangan
para leluhur dari pulau Seram,
pulau Jawa (seperti Tuban dan Gresik) dan pulau Bali menjadi bagian dari cerita keluhuran
masyarakat di Maluku Tengah, Buru, Ambon, Lease, dan Maluku Tenggara. [1] Ragam cerita
inilah yang membentuk terjadinya persekutuan Pela Gandong antar negeri. [1] Dalam pataka daerah Maluku, Arumbae menjadi simbol daerah
yang di dalamnya terdapat lima orang sedang mendayung menghadapi tantangan
lautan. [1] Secara
filosofis, maknanya ialah masyarakat Maluku adalah masyarakat yang dinamis, dan
penuh daya juang dalam menghadapi tantangan untuk menyongsong masa depan yang
gemilang. [1]
Laut adalah
medan penuh bahaya dan Arumbae menstrukturkan cara pandang bahwa laut adalah
medan kehidupan yang harus dihadapi. [1] Itulah
sebabnya, masyarakat Maluku melihat laut sebagai jembatan
persaudaraan yang menghubungkan satu pulau dengan pulau lainnya. [1] Berlayar ke suatu
pulau, seperti dalam Pela Gandong bertujuan untuk mengeratkan
jalinan hidup orang bersaudara sebagai pandangan dunia orang
Maluku. [1] Kebiasaan papalele, babalu,maano,
dan konsekuensi berlayar ke pulau lain, membuat laut dan arumbae sebagai simbol
perjuangan ekonomi. [1]
Arumabe
tampak dalam beragam karya seni. [1] Misalnya dalam
syair kata tujuh ya nona, ditambah tujuh, sapuluh ampa ya nona dalang
parao [1] Banyak gapura negeri adat Maluku
berbentuk Arumbae. [1] Lagu daerah
banyak mengumpamakan keharmonisan dengan simbol perahu atau Arumbae. [1] Di bidang
olahraga, Arumbae Manggurebemenjadi program pariwisata dan olah raga tahunan
yang diselenggarakan di Teluk
Ambon. [1]
Ø Sasahil dan Nekora
Sasahil dan Nekora merupakan tradisi masyarakat adat di Negeri Siri Sori Islam dan
Negeri Siri Sori Kristen di pulau Saparua. [10] Bagi masyarakat desa Telalora, Nekora memiliki basis nilai
tolong-menolong antarwarga. [10] Nilai tradisi Sasahil dan Nekora
terletak pada cara dan proses pelaksanaan. [10] Nilai tolong-menolong yang terdapat
dalam tradisi Sasahil maupun Nekora memiliki basis solidaritas yang kuat, dan
menciptakan relasi saling memberi dan menerima antarwarga agar suatu pekerjaan
berat untuk mendirikan rumah bisa lebih ringan. [10] Dalam menghadapi dinamika kehidupan
yang terus berubah, tradisi Sasahil dan Nekora selalu dipertahankan dan
dipelihara dengan baik. [10] Hal ini dimaksudkan sebagai modal
sosial kelangsungan hidup bermasyarakat di masa mendatang. [10]
Sosial
Budaya Masyarakat Maluku Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam
Kehidupan
sosial budaya masyarakat Maluku tidak terlepas dari adat, kebiasaan, tradisi,
dan agama yang digunakan dalam upaya pelestarian atau pengawetan sumber daya
alam hayati dan ekosistemnya. Ini dapat dilihat dari bentuk - bentuk konservasi
tradisional yang sering ditemui adalah:
Sosial Budaya Masyarakat Maluku Dalam
Pengelolaan Sumber Daya Alam
Ø Dusung
“Dusung”diartikan
sebagai sistem pengelolaan lahan mulai dari pembukaan hutan primer sampai
terbentuk lahan perkebunan rakyat yang terdiri dari berbagai jenis komoditi
termasuk peternakan dan perikanan.
“Dusung” juga diartikan sebagai sebuah lahan yang diusahakan dan dimiliki oleh sebuah kelompok keluarga, “mata rumah” atau “rumah tau” dan di atas lahan ini terdapat tanaman umur panjang yang bervariasi atau sejenis (Ajawailla, 1996).
“Dusung” juga diartikan sebagai sebuah lahan yang diusahakan dan dimiliki oleh sebuah kelompok keluarga, “mata rumah” atau “rumah tau” dan di atas lahan ini terdapat tanaman umur panjang yang bervariasi atau sejenis (Ajawailla, 1996).
Ø Ada beberapa jenis “dusung” dilihat dari
segi kepemilikan dan penggunaannya, antara lain :
·
Dusung
Raja
Dusung Raja
adalah dusung yang dalam kepemilikannya diperuntukkan bagi Raja dan digunakan
untuk kepentingan dan kehidupan Raja. Seorang Raja akan kehilangan atas dusung
tersebut apabila ia diganti dan dusung ini tidak dapat diwariskan kepada
keturunan Raja melainkan diberikan kepada Raja yang baru.
·
Dusung
Negeri
Dusung
Negeri adalah dusung yang dimiliki oleh Negeri dan diatas dusung ini terdapat
berbagai jenis tanaman Kehutanan. Penduduk Negeri tidak diperkenankan untuk
mengambil hasil atas dusung tersebut.
·
Dusung
Pusaka
Dusung
Pusaka adalah dusung milik bersama dari sebuah kelompok ahli waris yang
diperoleh berdasarkan pewarisan dan dusung tersebut kemudian diwariskan secara
turun - temurun.
·
Dusung
Dati
Dusung Dati
adalah dusung pewarisan keluarga untuk anak laki-laki yang membawa nama marga
yang berada di atas atau di dalam “Tanah Dati”.
Dusung-dusung yang disebutkan di atas berada dalam suatu kesatuan negeri sebagai bagian dari sebuah totalitas “Daerah Petuanan”, oleh karena itu aturan-aturan Negeri berlaku pula terhadap dusung-dusung tersebut (Ajawailla, 1996).
Dusung-dusung yang disebutkan di atas berada dalam suatu kesatuan negeri sebagai bagian dari sebuah totalitas “Daerah Petuanan”, oleh karena itu aturan-aturan Negeri berlaku pula terhadap dusung-dusung tersebut (Ajawailla, 1996).
Ø
UNSUR UNSUR KEANEKARAGAMAN DI MALUKU :
1. Rumah Adat
Rumah adat Maluku dinamakan Baileo. Baileo dipakai untuk tempat pertemuan, musyawarah dan upacara adat yang disebut Saniri Negeri. Rumah tersebut merupakan panggung dan dikelilingi oleh serambi. Atapnya besar dan tinggi terbuat dari daun rumbia, sedangkan dindingnya dari tangkai rumbai yang disebut.
Rumah adat Maluku dinamakan Baileo. Baileo dipakai untuk tempat pertemuan, musyawarah dan upacara adat yang disebut Saniri Negeri. Rumah tersebut merupakan panggung dan dikelilingi oleh serambi. Atapnya besar dan tinggi terbuat dari daun rumbia, sedangkan dindingnya dari tangkai rumbai yang disebut.
2. Pakaian Adat
Prianya memakai pakaian adat berupa setelann jas berwarna merah dan hitam, baju dalam yang berenda dan ikat pinggang. Sedangkan wanitanya memakai baju Cele, semacam kebaya pendek, dan berkain yang disuji. Perhiasannya berupa anting anting, kalung dan cincin. Pakaian ini berdasarkan adat Ambon.
Prianya memakai pakaian adat berupa setelann jas berwarna merah dan hitam, baju dalam yang berenda dan ikat pinggang. Sedangkan wanitanya memakai baju Cele, semacam kebaya pendek, dan berkain yang disuji. Perhiasannya berupa anting anting, kalung dan cincin. Pakaian ini berdasarkan adat Ambon.
-
3. Tarian tarian Daerah Maluku
a. Tari Lenso, merupakan tari pergaulan bagi segenap lapisan masyarakat Maluku.
b. Tari Cakalele, adalah tari perang yang melukiskan jiwa kepahlawanan yang gagah perkasa.
c. Tari Cakaola, merupakan jenis tari pergaulan yang digarap berdasarkan unsur unsur gerak tari tradisional Orlapei dan Saureka reka. Tari ini biasannya ditarikan untuk memeriahkan pesta pesta atau dipertunjukkan dalam rangka manjamu tamu tamu terhormat.
a. Tari Lenso, merupakan tari pergaulan bagi segenap lapisan masyarakat Maluku.
b. Tari Cakalele, adalah tari perang yang melukiskan jiwa kepahlawanan yang gagah perkasa.
c. Tari Cakaola, merupakan jenis tari pergaulan yang digarap berdasarkan unsur unsur gerak tari tradisional Orlapei dan Saureka reka. Tari ini biasannya ditarikan untuk memeriahkan pesta pesta atau dipertunjukkan dalam rangka manjamu tamu tamu terhormat.
4. Senjata Tradisional
Senjata tradisional yang terkenal di Maluku adalah Parang Salawaku. Panjang parang 90-100cm, sedangkan Salawaku (perisainya) dihiasi dengan motif motif yang melambangkan keberanian.
Parang tersebut terbuat dari bahan besi yang keras dan ditempa oleh seorang pandai besi khusus. Tangkai parang terbuat dari kayu keras, seperti kayu besi atau kayu gupasa. Sedangkan Salawaku (perisainya) terbuat dari kayu yang keras pula. Selain untuk keperluan perang, parang salawaku dipakai pula dalam menarika tari Cakalele.
Senjata tradisional yang terkenal di Maluku adalah Parang Salawaku. Panjang parang 90-100cm, sedangkan Salawaku (perisainya) dihiasi dengan motif motif yang melambangkan keberanian.
Parang tersebut terbuat dari bahan besi yang keras dan ditempa oleh seorang pandai besi khusus. Tangkai parang terbuat dari kayu keras, seperti kayu besi atau kayu gupasa. Sedangkan Salawaku (perisainya) terbuat dari kayu yang keras pula. Selain untuk keperluan perang, parang salawaku dipakai pula dalam menarika tari Cakalele.
Parang Salawaku
|
5. Suku : Suku dan marga yang terdapat didaerah Maluku adalah
: Rana, Alifuru, Togitil, Furu Aru, dan lain lain.
6. Bahasa Daerah : Togitil, Furu Aru, dan Ahfuru.
7. Lagu Daerah : Kole kole, Mande mande, Rasa Sayang Sayange.
sumber :
6. Bahasa Daerah : Togitil, Furu Aru, dan Ahfuru.
7. Lagu Daerah : Kole kole, Mande mande, Rasa Sayang Sayange.
sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar