2.SOSIAL DAN KEBUDAYAAN DI YOGYAKARTA

Hamengkubuwono I meninggal
pada bulan Maret 1792 pada usia kira-kira delapan puluh tahun, setelah menjadikan
Yogyakarta sebagai sebuah kerajaan yang makmur, permanen, dan kuat. Dia
mewariskan suatu tradisi kerajaan Jawa yang ingin di teruskan oleh putranya
yang kini bergelar Hamengkubawana II (1792-1810, 1811-12, 1826-8). Akan tetapi,
persekongkolan-persekongkolan sudah terbentuk di antara pembesar Yogyakarta
yang termasuk generasi muda. Dan keyakinan mereka bahwa bangsa Eropa
merupakan faktor yang bisa di abaikan atau di mamfaatkan semuanya,
kenyataanya segera kehilangan basisnya. Meskipun demikian, semacam restaurasi
telah tercapai pada tahun 1792. Yogyakarta merupakan Kerajaan Jawa yang paling
merdeka dan paling kuat sejak abad XVII, dan Hemengkubuwana I merupakan raja
terbesar dari bangsa Mataram sejak sultan Agung. Namun kerajaan jawa tersebut
terbagi secara tetap (Surakarta-Yogyakarta) sehingga tidak dapat bersatu padu
dalam menghadapi acaman orang-orang Eropa yang akan muncul dari VOC pada awal
abad XIX.[4]
Pada dasawarsa terakhir
abad XVIII Kerajaan-kerajaan Jawa Surakarta dan Yogyakarta, menghadapi banyak
masalah, tetapi kedua kerajaan lebih merdeka dari tekanan Eropa dari pada
kerajaan Jawa lainya sejak akhir abad XII. Golongan elit bangsawan masih
berkuasa, dan khususnya di Yogyakarta telah di selesaikan suatu pemulihan
kerajaan secara besar-besaran. Akan tetapi konflik-konflik internal akan segera
mengakibatkan timbulnya krisis bagi Yogyakarta, justru ketika ancaman orang-orang
Eropa muncul lagi secara tiba-tiba. Akibatnya adalah hancurnya kemerdekaan Jawa
secara total dalam waktu kurang dari empat puluh tahun sesudah meninggalnya
Hamengkubuwana I, dan dimulainya zaman penjajahan yang sebenarnya dalam sejarah
Jawa, Yogyakarta.[5]
Ø Gambaran
Umum Yogyakarta
Daerah
Istimewa Yogyakarta (atau Yogyakarta) dan seringkali disingkat DIY, Kota
Yogyakarta (kotamadya,
nama lain yang akrap yaitu, Yogya, Jogja, Yogyakarta, Jogjakarta) adalah
termasuk kedalam sebuah kota besar
di Indonesia,
dan sebuah provinsi diIndonesia yang
terletak di bagian selatan Pulau Jawa, selain itu berbatasan
dengan Provinsi Jawa Tengah di sebelah utara. Secara geografis Yogyakarta
terletak di pulau Jawa bagian Tengah. Daerah tersebut terkena bencana gempa pada tanggal 27 Mei 2006
yang mengakibatkan 1,2 juta orang tidak memiliki rumah.[6] Kota
ini pernah menjadi ibu kotaIndonesia pada masa revolusi (pada
tahun 1946-1949)[7]. kota
Yogyakarta ini adalah ibu kota Daerah Istimewa Yogyakarta, yang dipimpin
oleh Sri Sultan Hamengkubuwono X(sebagai gubenur yang
ditetapkan) dan Pangeran Pakualam.
Dasar
filosofi pembangunan Yogyakarta adalah “Hamemayu Hayuning Bawana”, sebagai
cita-cita luhur untuk menyempurnakan tata nilai kehidupan masyarakat Yogyakarta
berdasarkan nilai budaya daerah yang perlu dilestarikan dan dikembangkan.
Hakekat budaya adalah hasil “cipta, karsa dan rasa”, yang diyakini
masyarakat sebagai sesuatu yang benar dan indah. Demikian pula budaya daerah di
DIY, yang diyakini oleh masyarakat sebagai salah satu acuan dalam hidup
bermasyarakat, baik ke dalam (Intern)maupun ke luar (Extern).[8]
Di
Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta terdapat 4 kabupaten dan 1 kotamadya. Ibu kotanya
adalah Kota Yogyakarta (kotamadiya). Berikut adalah
kabupaten beserta Ibu Kota Kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu: Kab.Sleman dengan
luas 574,82 km2Ibukotanya Sleman (Utara Ibu
Kota Propinsi), Kab.Gunung Kidul dengan luas 1.485,36 km2 Ibukotanya
Wonosari (Timur Ibu kota Propinsi), Kab.Bantul dengan
luas 506,85 km2ibukotanya Bantul (Selatan Ibu
Kota Propinsi), Kulon Progo dengan luas 586,28 km2 Ibukotanya
Wates (Barat Ibu Kota Propinsi).
Berikut
ini adalah mengenai data adminitratif propinsin Yogyakarta: Luas Daerah 3.185,80 km2, Jumlah Penduduk 4.3640.000
(+/-), Kepadatan 13.687/km2, jumlahKabupaten 4
(Sleman, Gunung kidul, Bantul, Kulon Progo), Kodya/Kota 1 (kota
Yogyakarta), jumlah Kecamatan 78 kecamatan, Kelurahan/Desa 440
kelurahan, Suku terdiri Suku Jawa, Suku Sunda, Suku Melayu, Tionghoa, Suku Batak, Suku Minang, Suku Bali, Suku Madura. Agama terdiri Islam (92.1%), Katolik (4.9%), Protestan (2.7%),
Lain-lain (0.2%), Bahasa yang digunakan Jawa, Bahasa Indonesia.[9]
Daerah
Istimewa Yogyakarta sampai sekarang ini masih terpelihara dengan baik
kebudayaan Jawanya dan Daerah Yogyakarta pernah menjadi pusat kerajaan Mataramantara 1575-1640. Sampai sekarang ini,
Kraton (Istana) Yogyakarta dengan Raja Sri Sultan
Hamengkubuwono X masih setia menjalankan dan melestarikan
pemerintahan dalam arti yang sesungguhnya.
Ø Kota
Seni dan Budaya
Seni
dan budaya merupakan suatu kegiatan yang tak terpisahkan dalam kehidupan
sehari-hari masyarakat Yogyakarta pada umunya.
Sejak masih kecil hingga dewasa,
masyarakat Yogyakarta sangat sering menyaksikan dan bahkan, berpartisipasi
dalam berbagai acara pergelaran kesenian dan budaya di kota ini. Bagi
masyarakat Yogyakarta, di mana setiap tahapan kehidupan di bumi ini meliliki
arti tersendiri, tradisi adalah sebuah hal yang penting yang perlu dilestarikan
dan masih dilaksanakan sampai saat ini. Oleh sebab itu, tradisi juga pasti
tidak lepas dari kesenian yang disajikan dalam upacara-upacara tradisi tertentu.
(seperti Sekaten,[10] acara
tahunan). Masyarakat Yogyakarta memiliki kesenian yang sangatlah beragam. Dan
kesenian-kesenian yang beraneka ragam tersebut terangkai indah dalam sebuah
upacara adat. Sehingga bagi masyarakat Yogyakarta, seni dan budaya benar-benar
menjadi suatu bagian tak terpisahkan dari kehidupan mereka.
Kesenian khas di Yogyakarta antara
lain adalah kethoprak, jathilan, dan wayang kulit, selain itu aneka kerajinan
ukir, kerajian perak (Kotagede), dan pasar seni ukiran dan ragam kerajinan di
kabupaten Bantul dipasarkan di satu lokasi bernama Gabusan jalan Parantritis.
Pasar Gabusan ini sudah di akses oleh masyarakat international (produknya
Go-international)
Selain
warisan budaya yang kaya, Yogyakarta memiliki panorama alam yang indah dan
alami. Seperti hamparan sawah nan hijau menyelimuti daerah pinggiran
kota, sampai dengan Gunung Merapi (kab. Sleman) tampak sebagai latar
belakangnya sebelah utara kota Yogyakarta. Pantai-pantai yang masih alami dan
terus dalam pengembangan untuk objek wisata dengan mudah ditemukan di sebelah
selatan Jogja (kab. Bantul), sepertiPantai Parangtritis, Pantai Baron, Pantai Samas,
dan pantai Depok. Masyarakat di sini hidup dalam damai dan rukun, selain itu
mayarakat Yogyakarta memiliki keramahan yang khas ala Jawa Kraton (santun).
Hiruk-pikuk karya seni begitu terasa di Yogyakarta apa lagi di Malioboro dan
pasar Bringharjo[11] (pasar
rakyat terbesar) yang merupakan urat nadi perekonomian masyarakat Yogyakarta,
di situ juga dengan mudah kita menemukan hasil seni dan kerajinan yang di
pasarkan. Kekhasan lain dari Malioboro yaitu musisi jalananpun selalu siap
menghibur pengunjung di warung-warung lesehan.[12]
Ø Sumber
Ekonomi Masyarakat Yogyakarta
Untuk
menunjang perekonomian masyarakat di Yogyakarta, masyarakat Yogyakarta banyak
pemasukan dari hasil cocok tanam (bertani), berdagang, berdagan
kerajinan (seperti kerajinan wayang kulit, kerajinan perak, kerajinan ukir,
keris, kerajinan anyaman dan masih banyak yang lain-lainnya). Selain itu, ada
lagi pemasukan untuk masyarakat yang bersumber dari pengmaksimalan objek
wisata rekreasi (wisata alam, wisata pantai, wisata kota) untuk pemasukan bagi
masyarakat sekitar objek wisata tersebut dan pemasukan untuk Pemda Daerah.
Pemasukan uang jangka panjang di peroleh dari penanaman pohon Jati, (infestasi).
Khusus untuk masyarakat kotamadya Yogyakarta dan sebagian warga Kab.Sleman
sebelah selatan dan Kab.Bantul sebelah Utara, sebagian besar dari tiga lokasi
warga ini yang hidup dari keuntungan penyewaan rumah kontrakan dan rumah
kost-kostsan untuk dunia pendidikan buat mahasiswa yang datang dari berbagai
penjuru daerah Nusantara yang selama menempuh S1, S2, S3 di berbagai macam
universitas yang ada di Yogyakarta, (kota Pendidikan).
Merupakan pemandangan yang biasa ketika sampai di Stasiun Yogyakarta atau di
halte khusus tempat perhentian bus-bus pariwisata, parawisata domestik dan
manca negara akan disambut oleh banyak tukang becak yang ramah-ramah. Mereka
akan mengantarkan parawisata ke tempat tujuan mana saja yang layak untuk
parawisata nikmati seperti toko baju, toko bakpia, mal, atau sekadar membeli
cinderamata di Malioboro. Parawisatapun terkadang akan heran setelah tukang
becak itu mengajak berkeliling kota seharian, karena mereka hanya akan meminta
bayaran yang rendah di bandingkan transportasi yang ada di kota lain.
Yogyakarta selain di kenal kota seni dan budaya, kota pendidikan,
Yogyakarta juga dikenal dengan sebutan kota parawisata, dengan berbagai lokasi
wisatanya. Jadi rekreasi yang di lakukan oleh parawisata maca negara dan
parawisata domestik juga merupakan pemasukan ekonomi tersendiri bagi masyarakat
dan pemerintah daerah Yogyakarta.
Ø Transportasi
Di
Yogyakarta, Transportasi yang ada terdiri dari transportasi darat (kereta api,
bus umum, taksi, andhong (kereta berkuda), becak, dan udara (pesawat terbang)
yang lokasi bandaranya di sebelah timur kotamadiya Yogyakarta dengan nama
Bandara Adisicipto, tranportasi laut tidak ada. Menjelang Pada awal Maret tahun
2008 pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta telah mengoperasikan bus TransJogja yang
beroprasi di dalam kota Yogya mulai pagi hingga jam 21:00 WIB, sebagai usaha
untuk membuat transportasi di kota Yogya nyaman, murah, handal dan sebagai
upaya untuk menekan angka populasi kendaran dari tahun-ketahun meningkat terus,
dan juga sebagai upaya untuk menciptakan udara kota yang bersahabat.
Jalur kereta api ke Yogyakarta dapat menggunakan kereta api dari Jakarta, Bandungatau Surabaya.
Ada pula kereta api komuter cepat dengan Surakarta-Jogja
dan sebaliknya yang bernama Pramek. Melalui jalur bus bisa dari semua
penjuru kota di Pulau Jawa menuju ke Jogja, baik dari jogja maupun ke
kota tertentu di pulau jawa tersedia jalurnya. Di Yogyakarta jumlah terminal
bus terbagi menjadi 3 tempat, (1) Terminal Bus Jombor (jalan Magelang, melewati
perempatan Jln.Lingkar Ringroad utara, sebelah kiri jalan), (2) Terminal
Bus Condong Catur (jalan Gejayan Mrican, melewati perempatan Jln.Lingkar
Ringroad utara, sebelah kiri jalan), (3) Terminal Bus Umbul Harjo (jalan
Perintis Kemerdekaan dan bisa melalui lewat jalan Veteran ).
Yogyakarta kini Jalan-jalannya terus dalam perbaikan guna keyamanan pelayanan,
dibandingkan tahun-tahun terdahulu karena komitmen pemerintah daerah Yogyakarta
untuk menjadikan Yogyakarta sebagai kota pariwisata, komitmen ini bisa di lihat
dengan dibuatkan sebuah TV raksasa di salah satu jalan raya Yogyakarta (area
timur Malioboro) untuk berpromosi dan papan stasiun kereta api). Walaupun
demikian, jalan-jalan di Yogyakarta juga tergolong sering mengalami kemacetan.
Salah satu Faktor utama kemacetan di Yogyakarta adalah membludaknya sepeda
Motor baik sepeda dari Yogya sendiri dan sepeda motor yang datang dari luar
yang di gunakan oleh ribuan mahasiswa. Fenomena jumlah motor di Yogyakarta
merupakan prospek pemborosan energi bensin yang di abaikan oleh
pemerintah. Dan Yogyakarta merupakan pasar motor terlaris di Indonesia. (perlu
keseimbangan antara jumlah motor dan kapasitas proposional dan perlu layanan angkutan
yang standar guna menekan angka pemborosan).
Ø Hiburan
Wisata
Di
Daerah Istimewa Yogyakarta terdapat banyak objek wisata yang menarik yang
banyak menyedot para pelancong (domestik dan manca) di ataranya seperti,Istana Air Taman
Sari, Museum
Keraton Yogyakarta, Museum Sonobudoyo,Monumen Jogja
Kembali, Malioboro,Lereng Merapi, Kaliurang, kalikuning,Pantai Parangtritis, Pantai Baron, Pantai Samas, Pantai Depok, Goa Selarong, Candi Kalasan, Candi Prambanan, dan Kraton Ratu Boko.[13] objek
wisata kuliner yang menarik Yogyakarta dikenal dengan makanan yang khas yaitu
nasi Gudeg, dan aneka makanan murah, bergizi bisa di jumpai di kota Yogyakarta.
Adalah Angkringan buat
sapaan warung grobak kecil ini dengan menu pas di kantong mahasiswa (tidak
mahal) bisa di temukan di seluruh sudut kota dan jumlahnya sangat banyak, dan
satu lagi tersedia Warung Burjo (bubur kacang ijou, asal Sunda) yang
membuka warungnya dua puluh empat jam, bisa di temukan di setiap sudut kota,
ini juga adalah termasuk warung favorit mahasiswa Yogyakarta. Wisata kuliner
lain yaitu, sate karang Kotagedhe, sate kelinci di Kaliurang,
sego abang Njirak Gunung Kidul, warung Ayam Bakar Wong Solo dan masih banyak
tempat wisata kuliner yang lain tersedia di kota yang penuh julukan ini.
Sebutan kota Yogyakarta sebagai kota pariwisata menggambarkan potensi Propinsi
ini dalam kacamata kepariwisataan. Yogyakarta adalah daerah tujuan wisata kedua
setelah Bali. Bus Wisata Jumbo dari berbagai daerah Jawa terkadang bisa di
jumpai di kota ini dan biasanya Bus-bus ini pakir di depan hotel-hotel ternama,
dan pakir sebentar di Alun-alun utara Kraton. kemudian bus ini siap
mengantarkan wisatawan ke objek-objek wisata yang telah di rencanakan. Berbagai
jenis obyek wisata di kembangkan di wilayah ini, seperti Wisata Alam, Wisata
Sejarah, Wisata Budaya, Wisata Seni (Gabusan), Wisata Kuliner, Wisata
Pendidikan, bahkan yang terbaru Wisata Malam.
Ø Kota
Pelajar
Selain
dijuluki sebagai Kota Gudeg, Kota seni dan budaya, kota pariwisata Yogyakarta
juga dijuluki sebagai Kota Pelajar. Julukan kota pelajar memang
pantas untuk di sandang oleh Yogyakarta. Hal ini terlihat dari banyaknya
universitas yang tersedia di kota ini. Dengan banyaknya berdiri
universitas di kota ini dangan sendirinya juga akan melimpahnya mahasiswa dari
berbagai penjuru Nusantara yang datang untuk menempuh pendidikan di kota ini.
Yogyakarta juga pantas dibilang sebagai “miniatur Indonesia”
karena tedapat bayak suku-suku bangsa di Yogyakarta yang diwakili
oleh mahasiswa-mahasiswi sebagai putra-putri daerah dari propinsi-propinsi, dan
secara alamiah mereka yang beragam ini akan bersosialisasi (adaptasi),
itulah kenapa dalam wacana akademis Yogyakarta di anggap sampel
Indonesia, “miniatur Indonesia”.
Awal mula pemuda Indonesia tertarik-melirik kota Yogyakarta sebagai tempat
untuk melanjutkan studi di perguruan tinggi di sebabkan pada tahun 1946-1949,
selama lebih kurang 4 tahun Yogyakarta pernah menjadi Ibukota Negara Republik
Indonesia. Yogyakarta pun memikat kedatangan para pemuda dari seluruh penjuru
tanah air. Mereka ingin dapat berpartisipasi dalam pembangunan negara yang baru
saja merdeka. Dan oleh karena itu, Pemerintah RI pada saat itu kemudian
mendirikan Universitas Gadjah Mada, Universitas berstatus negeri yang pertama
di Negara ini (Indonesia).
Setelah berdirinya Universitas Negeri pertama UGM, kemudian disusul oleh
berdirinya universitas negeri lain yaitu, Institut Agama Islam Negeri IAIN
Sunan Kalijaga, (tanggal 21 juni 2004 yang sekarang berganti nama menjadi
UIN Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga,)[14],
Universitas Negeri Yogyakata UNY, Institut Seni Indonesia Yogyakarta ISI, (Sekolah Tinggi
Pertahanan Nasional, STPN), dan (ATK, Akademi teknik Kulit). Total perguruan
tinggi negeri di Yogyakarya yaitu ada enam.
Adapun kemunculan Universitas-universitas swasta dimulai dari berdirinya sebuah
universitas yang bernama, Universitas
Islam Indonesia (UII), (Universitas swasta tertua di
Indonesia), kemudian disusul oleh berbagai universitas lain yang handal di
bidangnya masing-masing seperti UPN “Veteran”, AMIKOM, STMIK AKAKOM,
Sekolah Tinggi Teknologi Kedirgantaraan (STTKD), STIE SBI, Universitas Kristen Duta Wacana
(UKDW), Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY),
Universitas Sanata Dharma (USD), Universitas Atmajaya Yogyakarta (UAJY),
INSTIPER (Institut Pertanian), dan masih banyak universitas-universitas yang
lainya yang bisa di jumpai di kota pendididkan ini.
Menurut
rekapitulasi Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) Kantor Koordinasi
Perguruan Tinggi Swasta Wilayah V. Daerah Istimewa Yogyakarta, pada bulan Juli
2006 telah terdaftar 119 Perguruan Tinggi Swasta di Yogyakarta, yang terdiri
atas 530 program studi, dengan rincian: 18 Universitas dengan 252 program
studi, 4 Institut dengan 27 program studi, 34 Sekolah Tinggi dengan 116 program
studi, 56 Akademi dengan 84 program studi dan 7 Politeknik dengan 51 progam
studi. Sebagian program studi tersebut, izin penyelenggaraanya telah hasis
berlakunya sehingga perlu di perbaharui.[15]
Dari
gedung-gedung Akademis inilah ribuan mahasiswa penjuru Nusantara mengantungkan
nasipnya untuk masa depan. selain bergelut dengan dunia kampus mahasiswa juga
tidak bisa mengelak dari realitas yang ril yaitu apa yang disebut dengan “ere
Globalisasi”. artinya semua kebutuhan dengan cepat sangat didukung oleh
kemajuan teknologi zaman sekarang. Inilah faktor utama terjadi tranper
budaya modern bertipe Barat. Kemudian Gaya hidupun (life-style)
pelan-pelan terjadi penyesuian di kalangan mahasiswa yang ber-orientasi
pada acuan trend global. Termasuk di dalamnya trend Kecanduan
berbelanja di Matahari Departement Store, Hero Supermarket, mengandrumi makanan
(KFC) Kentucky Fried Chicken, Mc Donald, Trend pergi ke kafe, tempat diskotik (hiburan
malam di iringi musik yang di pawang-ngi oleh DJ (Disk Djokey ).
Seluk-beluk yang berhubungan dengan kehidupan mahasiswa adalah dinamika yang
dilakoni oleh mahasiswa, dan dinamika itu sangat beragam bentuknya. Entah itu
yang ada hubungan dengan akademis dan tidak berhubungan dengan akademis. Yang
pasti mahasiswa Yogyakarta telah banyak meyumbang untuk kemajuan bangsa
Indonesia dan banyak melahirkan tokoh-tokoh dari universitas handal yang ada di
kota ini. Oleh sebab itu, dengan sekian alasan di atas gelar kota pendidikan
pantas di terima Daerah Istimewa Yogyakarta.
Ø Kota
Yogyakarta (Kotamadya)
Ibu
Kota Yogyakarta yang terletak di tengah-tengah Propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta dan berbatasan dengan kabupaten-kabupaten di sekitarnya, yakni:
sebelah utara berbatasan dengan kabupaten Sleman, sebelah timur berbatasan
dengan kabupaten Sleman dan Bantul, ketimur lagi kab.Gunung Kidul, sebelah
selatan berbatasan dengan kabupaten Bantul, sedangkan sebelah barat berbatasan
dengan kabupaten Bantul dan Sleman. Secara Administratif Kotamadya Yogyakarta
sendiri terpilah dalam 14 Kecamatan. Berikut ini adalah Data Adminitratif Kota
Yogyakrta (kotamadya). LuasWilayah 32,8 km², Penduduk 511.744
jiwa (data 2004), Suku Jawa Dan
Hampir Semua Suku Indonesia ada, Bahasa Indonesia
dan Jawa, Agama Islam, Kristen, Budha dan Hindu.[16]
Kota
Yogyakarta yang terletak pada ketinggian 114,0 meter di atas permukaan laut.
Suhu udara kota tersebut sekitar 29-33 Co di waktu
siang dan sekitar 24-26 Co di waktu
malam hari. Adapun luas wilayah kota Yogyakarta adalah 32,50 km² atau sekitar
1,02 % dari luas wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta yang luasnya 3.185.80 km.[17]
Ø Kehidupan
Sosial Masyarakat
Kehidupan
sosial masyarakat Kota Yogyakarta sekarang ini sudah bercampurbaur menjadi satu
antara pribumi dan masyarakat pendatang, antara tradisional dengan modern,
antara desa dengan kota, antara kaya dan miskin. nyaris kabur perbedaan antara
dua kelompok tersebut. Cuma pada status-status tertentu masih terlihat
membedakan antara yang atas dan yang bawah, Biasanya dijumpai di masyarakat
kepegawaian yang ada struktur dan yang “berdarah biru” atau berhubungan
dengan kraton.
Jika
ingin dilihat perbedaanya antara orang asli Yogyakarta dan bukan, bisa di lihat
dari pengunaan bahasa Indonesia yang khas Yogyakarta (bahasa Indonesia dialek
Jawa). Namun generasi muda kota yang asli Yogyakarta kini cenderung sudah
meniggalkan dialek khas itu, dan banyak juga yang di temukan ramaja kota yang
tergolong “anak gaul” tetap mempertahankan bahasa Jawa sebagai bahasa yang
lebih gaul dari bahasa lain. Jika ingin melihat masyarakat tradisoanal maka
lokasinya berada di pingiran kota atau lebih banyak masyarakat tradisonal
berada di daerah desa-desa kabupaten. Kota Yogyakarta sekarang ini lebih di
dominasi oleh hal-hal yang berbau modern, (seperti fenomena keberadaan pusat
pembelanjaan modern Matahari Mall, Ramayana Mall, Jogja Elektronik,
Galeria Mall, Diamon Shapir, Ambarukmo Plaza, Hero Supermarket, KFC Kentucky
Fried Chicken, Mc Donald).
Dengan
melihat adanya pusat perbelajaan yang bertipe modern bisa di pastikan bahwa
kaum pemodal Kapitalis di Yogyakarta sedang memainkan perannya
dengan melihat pasar yang sangat mendukung. Sisi unik dari fenomena ini adalah
pasar tradisional bertahan juga yaitu pasar Bringharjo sebelah timur Malioboro
yang berdiri megah berlantai tiga, dan masih banyak pasar tradisional yang lain
seperti pasar tradisional Gejayan juga menjadi andalan masyarakat Yogyakarta.
Perubahan yang terjadi di kota
Yogyakarta karena akibat dari kosekuensi ragam julukan yang di
sandang Yogyakarta itu sendiri dengan berbagai predikatnya. Misalnya,
Yogyakarta Kota pendidikan (dengan ratusan universitas), maka ribuan calon
mahasiswa memadati kota ini. Yoyakarta Kota Pariwisata, maka ribuan pelancong
tiap tahun mampir ke kota ini (perputaran ekonomi meningkat), demikian juga
dengan kosekuensi adanya julukan lain yang disandang oleh Yogyakarta. Namun
yang menarik dari Yogyakarta dan membedakan dengan propinsi lain adalah semakin
kuatnya arus dan trend Globalisasi, tidak terkikisnya budaya original-nya
walaupun di sekitar masyarakat terdapat bayak budaya luar atau budaya asing
bahkan budaya Barat-pun tidak bermasalah keberadaanya di kota ini.
Seiring
dengan semakin beragamnya individu-individu yang ada di kota, maka
akomodatif suatu kota dari hari-kehari terus mengalami peningkatan. Fasilitas
kenyamanan publik terus dalam proses pembenahan diri (seperti adanya
TransJogja), muncul yang baru Hospital International jln.Ringrod Utara. Ciri
dari masyarakat kota adalah kebutuhan masyarakat kota semakin beragam, dan
kebutuhan terhadap aneka ragam masyarakat kota telah membuat Yogyakarta termasuk
ke dalam sasaran pasar, (taget si-pemodal) hal ini tidak bisa dielakan.
Sehingga pelan-pelan dua kelompok masyarakat kota (contoh diatas) secara umum (dominan)
terbawa dengan arus konsumerisme dan konsumtif yang berpotensi besar.
Saat ini Yogyakarta khususnya di
wilayah perkotaan terdapat berbagai etnis penduduk dari seluruh Indonesia,
walau penduduk asli masih berada dalam komposisi teratas dan masih dominan
dalam berbagai peran kemasyarakatan. Penduduk pendatang dari berbagai suku ini
membentuk semacam “miniatur culturnya Indonesia” di Yogyakarta. Mereka datang
ke Yogyakarta dengan berbagai kepentingan. Bidang pendidikan menjadi tujuan
utama para pendatang ke Yogyakarta, menyusul pekerjaan, perdagangan dan
bidang-bidang lain termasuk sektor informal. Para pendatang ini sebagaian besar
merupakan penduduk musiman di Yogyakarta, seperti mahasiswa, buruh kerja, dan
perantau lainya. Secara administratif, banyak diantara mereka yang tidak
terdata. Sehingga bisa dipahami bahwa secara definitif problem jumlah penduduk
jauh lebih besar dari yang tertuang dalam catatan statistik yang ada.
Relativitas
tinggal para pendatang kadang menjadi alasan tidak perlunya mengikuti
ketentuan-ketentuan administratif yang ada. Mereka silih berganti datang dan
pergi sepanjang tahun, mereka secara estafet berada di Yogyakarta. Kini ribuan
pendatang itu bercampur baur dengan penduduk pribumi dengan jumlah total
l4.3640.000 (+/-) tahun (2008), di kotamadya 511.744 jiwa tahun (2004) kepadatan kotamadya
15.601,2/km².
Pada tahun permulaan 1946 sampai dengan 1949, kurang
lebih 4 tahun, propinsi Yogyakarta pernah menjadi Ibukota Negara Republik
Indonesia. Pada waktu itu para tokoh dan pemimpin bangsa Indonesia berkumpul di
kota perjuangan ini. Seperti layaknya sebuah ibukota suatu Negara dan
Yogyakartapun memikat kedatangan kaum remaja dari seluruh penjuru Nusantara.
Mereka pada dasarnya ingin dapat berpartisipasi dalam pembangunan negara yang
baru saja merdeka ini. Namun untuk dapat membangun suatu Negara yang baru lahir
dengan baik diperlukan orang-orang ahli, terdidik dan terlatih. oleh karenanya,
Pemerintah RI kemudian mendirikan Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas
negeri pertama. Selanjutnya diikuti pula dengan pendirian akademi dibidang
kesenian (Akademi Seni Rupa Indonesia dan Akademi Musik Indonesia), serta
sekolah Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri, IAIN (institut agama islam
negeri) Sunan Kalijaga. Pada waktu-waktu selanjutnya, berbagai jenis
lembaga pendidikan negeri maupun swasta bermunculan di Yogyakarta. Hal ini yang
menjadikan Yogyakarta tumbuh sebagai kota pelajar dan pusat pendidikan.Pada
tahun 1939 Saka atau bertepatan dengan tahun 1477 Masehi, Raden Patah selaku
Adipati Kabupaten Demak Bintara dengan dukungan para wali, menggelar kegiatan
syiar Islam secara terus-menerus selama tujuh hari menjelang tanggal kelahiran
Nabi Muhammad Saw. Agar menarik perhatian rakyat jawa, dibunyikanlah dua
gamelan buah karya Sunan Giri dan membawakan gending-gending ciptaan para wali,
terutama karya Sunan Kalijaga. Pada saat yang bersamaan kegiatan tersebut,
masyarakat tertarik ingin memeluk Islam (peng-islamisasi), dituntun
untuk mengucapkan dua kalimat syahadat atau syahadatain Dari
kata syahadatain inilah kemudian lahir istilah sekaten (ejaan
jawa) akibat perubahan pengucapan tersebut, dengan sendirinya
istilah sekaten menjadi populer di kalangan masayarakat jawa Pasar
Beringharjo direnovasi menjadi sebuah bangunan megah bertingkat tiga di akhir
tahun 1990. upaya ini di lakukan untuk penyesuaian zaman agar tidak
ditinggalkan pengunjungnya pasar tradisional terbesar ini di Yogyakarta. Arti
Lesehan adalah sajian makanan di gelar di atas tikar yang di makan tampa korsi
duduk
sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar